![]() |
| Foto dari Google |
Sejak memutuskan untuk merantau di Kalimantan, aku sempat meragukan diriku yang cenderung malas soal kerja. Setiap hari selalu nongkrong di kios tetangga, merokok dan minuman alkohol sampai mabuk. Aku tidak pernah berpikir bagaimana masa depan hidupku. Aku tidak pernah berpikir apa yang dilakukan oleh ayah yang bekerja hanya untuk menghidupi keluarga kami. Semua itu tidak pernah kusadari. Aku hanya berpikir tentang rokok dan minuman alkohol saja. Ketika peristiwa sedih menimpa diriku di mana ayah telah pergi meninggalkan kami. Sejak saat itu aku sadar tidak ada lagi yang bisa menghidupi keluarga kami. Tidak mungkin ibu bisa menghidupi kami dengan kondisi kesehatan yang kurang baik. Apalagi persistiwa yang barusan menimpa dalam hidupnya. Di mana orang yang mencintainya dan ia cintai telah hilang dari hidupnya. Apakah ibu dengan keadaan seperti itu masih bisa menghidupkan kami. Ketika aku sadar, aku memutuskan untuk pergi merantau agar ibu selalu tersenyum dan bahagia di mata kami anaknya. Aku tidak ingin juga ibu pergi meninggalkan kami seperti ayah. Aku ingin ibu selalu ada bersama kami sampai ajal menjemputnya.
Hari berganti hari, bulan berganti
bulan, tahun pun berganti. Tak terasa 5 tahun sudah kulalui. Canda tawa, susah
dan senang datang silih berganti. Itulah seni dari kehidupan. Sekian lama aku
bergumul bersama orang –orang asing di tempat asing pula. Kesendirian,
kesunyian dan kehampaan selalu kurasa dalam hidupku. Betapa aku sulit
menyesuaikan diri di tempat asing ini. Dalam keadaan seperti ini, aku bingung,
aku ragu dan bimbang dalam mengarungi kehidupan dan menjalankan hidup ini
sendirian. Dalam hatiku bertanya, mampukah aku mengarungi kehidupan seperti
ini. Setelah sekian tahun aku meninggalkan keluarga, aku tidak lagi merasakan
kasih sayang dari mereka. Hidupku hampa . Hampir saban hari aku terus bergumul
dengan kehidupan seperti ini. Menyendiri di tengah situasi yang kurang damai.
Kini aku menikmati rotasi kehidupan seperti ini. Betapa sulitnya hidup ini.
Hidup ini tak segampang seperti membalik telapak tangan. Aku harus berbaur dengan orang-orang asing di
tempat ini. Aku tidak ingin menyendiri terus, aku harus berada bersama mereka.
Aku ingin menikmati perjalanan bersama mereka. Aku yakin mereka juga sama
seperti diriku. Mereka juga telah meninggalkan keluarga demi mencari sesuap
nasi di tanah rantau. Berpikir seperti inilah sehingga dari hari ke hari aku
selalu merasakan kasih sayang dari orang asing. Mereka telah menerima diriku.
Indra, seorang lebih tua dariku berasal dari pulau Jawa mendengarkan keluh
kesah kehidupan dalam keluargaku.
Ternyata apa yang kualami sama seperti keluarga Indra. Pada akhirnya aku
dan Indra menjadi keluarga kecil di tanah rantau walau beda agama. Nasihat dari
Indra selalu berharga untukku. Di saat aku mengeluh dengan teman-teman
karyawan, dia selalu memberikan peneguhan. Mulai dari saat itu, aku merasakan
kasih sayang dari orang-orang asing. Orang yang sebelumnya tidak ada dalam
benakku. Bersama Indra membuat segala sesuatu yang tak mungkin menjadi mungkin.
Demi hidup dan masa depan keluargaku,
aku harus sungguh-sungguh untuk bekerja dan jauhkan dari pikiran yang membuat
diriku terbelenggu. Aku tidak boleh mengeluh terus tentang hidupku. Aku harus
optimis dan selalu bekerja demi menghidupi keluarga kami.
Ketika sang surya terbit dari arah
Timur dihiasi dengan embun-embun pagi
yang membuat hijaunya rumput dekat perusahan ini. Rasa kantuk dan lelah semalam
suntuk mempersiapkan stok kelapa sawit bisa terobati dengan suasana ini. “
Tuhan, semoga hari ini aku dapat menjalankan semua tugasku dengan baik.” Itulah
secuil doaku sebelum memulai aktifitas. Hal ini telah terbiasa dalam keluarga
kami. Ibu selalu mengajarkan kami berdoa sebelum bekerja. Pantas ibu umur
panjang karena doa tidak pernah lepas dari hidupnya. Betapa sucinya ibuku.
Ketika aku lagi asyik menikmati indahnya mentari di pagi hari, tiba-tiba Indra
mengajakku ke sebuah rumah dekat perusahan kami. Tanpa berpikir panjang apa
yang akan terjadi, aku mengikutinya saja.
Betapa kagetnya diriku ketika melihat seorang gadis tengah duduk
sendirian di dalam rumah ini. Aku melihat Indra sangat ramah dengannya. Mungkin
Indra telah lama mengenalnya. Barangkali demikian. Gumangku dalam hati. Aku
terus memperhatikan seorang gadis ini. Wajahnya pucak, rambut panjang dan
tubuhnya sangat seksi. Aku tidak mau bertanya latar belakang kehidupannya. Aku
takut apabila dia tidak suka banyak pertanyaan. Apalagi aku juga tipe lelaki
pemalu. Aku diam saja, biarkan dia dan Indra terus berbicara. Beberapa waktu kemudian, aku dan Indra keluar
dari rumahnya. Akan tetapi, sebelum kami keluar dari rumah ini, aku
melihat Indra sempat mencium kening
seorang gadis ini. Tanpa sengaja aku melihat mereka sangat mesra sekali.
Teganya Indra berbuat seperti itu di depanku. Entahlah barangkali mereka dua
sudah berpacaran. Ketika kami sudah berada di luar rumah, aku sempat bertanya
kepada Indra tentang seorang gadis tadi. Indra hanya menjawab bahwa gadis itu
hanya pemuas nafsu lelaki di tempat kerja ini. Aku sempat kaget mendengar jawabannya.
Aku berpikir betapa bodohnya gadis itu. Padahal masih banyak lowongan kerja
untuk perempuan di tempat ini. Tetapi Indra menjelaskan bahwa dia telah bosan
dengan pekerjaan berat. Dia ingin menjual dirinya agar bisa hidup di tanah
rantau. Dia telah menjadi pelacur. Aku semakin penasaran dengan cerita Indra.
Apakah benar gadis secantik dia tega berbuat seperti itu. Apakah
keluarganya sudah mengetahui bahwa anak
mereka di tempat rantau telah hidup
seperti itu. Karena sakingnya penasaran itu malamnya aku masuk di dalam rumah
seorang gadis ini. Aku ingin berani untuk bertanya kepadanya.
Ketika malam tiba, aku pergi ke
rumahnya. Aku melihat Indra duduk bersama karyawan yang lain. Aku tidak ingin
memberitahukan kepadanya. Jarak antara rumah perusahan kami dengan rumah
seorang gadis ini kira-kira 20 meter. Tanpa berpikir panjang aku pun pergi ke
rumahnya. Dari jauh aku melihat lampu di
luar rumahnya sangat terang. Sampai-sampai semut yang masih berjalan di malam
hari sempat terlihat. Keadaan di luar rumahnya sangat sepi. Aku melihat seorang
lelaki keluar dari rumahnya. Aku sempat berpikir jangan-jangan benar apa yang
dikatakan oleh Indra. Penasaran itu membuatku untuk berani masuk ke dalam
rumahnya.“Tok...tok..tok.....” Aku mencoba mengetuk pintunya. Tidak lama
kemudian dia membuka pintu. Aku sempat kaget melihat dirinya begitu cantik.
Pakaianya sangat seksi. Matanya yang besar dan indah, seakan adalah jawaban
setiap rahasia yang dituangkan malam kepada kegelapan. Keteduhan tempat para
pengembara bernaung dari sengatan panas yang paling membakar. Tempat berbaring
domba-domba selesai dimandikan pada petang hari. Sungguh gadis ini sangat
cantik sekali. Tidak lama kemudian dia pun mempersilahkan aku untuk duduk di
ruangan tamu. Aku melihat antara kamar dan ruang tamu tidak bedanya. Tempat
tidur dan meja saling berhimpit. Aku pun duduk di sebuah kursi kebetulan hanya
satu saja kursi di rumahnya. Aku sempat berpikir andaikan ada tamu lebih dari
satu orang pasti yang satunya di tempat tidur. Betapa kasihan hidup seorang
gadis ini.
“ Engkau sakit ya! Tanyaku padanya.
Saat itu pula keheningan malam menjadi pecah ketika aku memulai berbicara.
“ Tidak mas! Aku baik-baik saja.”
Jawabnya.
“ Sejak kapan engkau berada di
tempat ini.”
“ Aku sudah lama mas. Aku di sini
sejak 10 tahun yang lalu.”
“ Berarti engkau lebih dahulu dari
aku. Aku di sini sejak 5 tahun yang lalu. Tetapi selama ini aku tidak pernah
melihat engkau keluar dari rumah .” Aku coba menghidupkan suasana. Seolah-olah
kami telah mengenal begitu lama. Ada rasa lucu juga.
“ Iya mas. Aku memang jarang keluar
rumah karena aku malu.”
“ Kenapa harus malu. Di sini tidak
ada lagi rumah. Sebenarnya engkau
bekerja di mana.” Aku terus mencoba menanya lebih mendalam tentang hidupnya.
“ Aku malu mas . Karena apabila ada
orang yang melewati rumahku ini , mereka
pasti curiga bahwa aku sedang bersama laki-laki. Sejak aku dipecat oleh majikan
dari sebuah perusahan, hidupku tidak jelas lagi. Makanya pekerjaan seperti ini
bisa membuatku hidup.” Dia langsung tunduk, mungkin dia merasa malu denganku.
“ Mengapa sekarang tidak mau kerja
lagi. Masih banyak lowongan kerja yang membutuhkan perempuan seperti dirimu.”
“ Memang banyak lowongan kerja,
tetapi aku tidak mau kerja lagi.”
Malam semakin
larut. Keheningan di dalam rumah ini begitu sunyi. Suara anjing malam tak
terdengar lagi. Aku terus memperhatikan seorang gadis ini. Dia kelihatan
mengantuk sekali. Tetapi dia tetap bertahan dengan diriku.
“ Mas! Suaranya datar. Aku ini
seorang pelacur. Aku hidup seperti ini, karena aku tidak bisa menghidupi diriku
dan keluargaku. Aku sangat malu apabila dari kampung memintaku untuk mengirim
uang guna membayar uang kuliah adikku. Aku memutuskan menjadi pelacur di tempat
ini ketika aku berhenti bekerja. Aku tidak bisa berbuat apa-apa selain
menikmati hidup seperti ini. Aku ingin ibu selalu tersenyum. Aku ingin ibu
selalu bahagia walau kami tidak pernah bertemu.” Lanjutnya dengan nada polos.
“Sudahlah.
Tangaku sambil mengelus rambut kepalanya.
Aku sudah mengetahui semuanya tentang dirimu ketika kemarin aku dan
Indra ke sini. Aku sempat curiga dengan kamu berdua yang bermesra di depanku.
Aku berpikir kamu berdua pacaran.” Lanjutku.
Benarlah apa yang
dikatakan Indra kemarin. Ternyata dia seorang pelacur di tempat ini. Sungguh
kasihan sekali gadis ini.
Waktu berlalu begitu cepat. Secepat
detak jarum jam berbunyi nyaring di telingaku. Terik matahri senja menyelinap
masuk melalui celah jendela yang aku buka lebar-lebar. Angin berhembus mesra
seakan-akan menyapaku. Foto ibu yang selalu terpajang di dinding seakan-akan
tertawa kecil melihatku tergeletak lesu di ranjangku yang sudah tidak empuk
lagi. “Ibu semoga engkau baik-baik saja di sana. Aku sangat merindukan kasih
sayangmu. Aku sangat merindukan senyummu.”
Tok! Tok! Tok!, tiba-tiba Indra menerobos masuk ke dalam kamarku. Aku
sempat kaget dengan kedatangannya. Penampilannya sangat rapi, bersih dan harum
sekali. Mungkin dia ingin jalan-jalan. Karena tidak biasanya Indra seperti ini.
“ Mas, mau kemana. Kok, rapi sekali sore
ini.” Tanyaku padanya.
“ Biasa! Jawabnya singkat. Engkau
tidak mau ikut.” Lanjutnya.
“ Ke mana mas!”
“ Kalau engkau mau ikut, kita
jalan-jalan ke rumah seorang gadis itu. Aku sudah lama tidak menikmati
bersamanya.”
“ Aku kurang enak badan mas! Biar
aku di rumah saja.” Jawabku. “Aku tidak ingin merusak kehidupan dari seorang
gadis ini. Aku juga tidak ingin merusak
diriku sendiri. Aku datang ke sini untuk mencari nafkah demi menghidupi
keluarga kami. Aku telah rela meninggalkan keluarga datang untuk mencari kerja.
Lebih baik aku menggunakan uang gaji untuk kepentingan dalam keluarga daripada
berfoya-foya dengan seorang pelacur.” Gumam dalam hati.
Aku melihat Indra keluar dari
kamarku. Barangkali ia pergi ke rumah seorang gadis ini.


4 Comments
Luar biasa kk... Sukses untuk karya2 dite.
ReplyDeleteTerima kasih banyak. Jangan lupa share..
DeleteMantap nana...
ReplyDeleteSukses e.Tuhan Memberkati
Neka hemong bagikan e.
Delete