Baca Juga Cerpen Tentang Hidup Di Tanah Rantau
Globalisasi diakui telah membawa ekses ganda
dalam kehidupan manusia. Ia telah merombak kehidupan manusia dan membawanya pada
kehidupan yang sebelumnya tidak pernah terbayangkan. Di satu sisi kita
mengalami dampak baik dari globalisasi ini, tetapi di sisi lain kita juga
mengalami dampak yang buruk. Pada tataran yang positif, globalisasi telah
mengantar kita kepada aneka kemudahan-kemudahan dalam proses komunikasi dan
pertukaran informasi berkat terciptanya ragam teknologi canggih. Namun, pada
tataran yang negatif, secara kasat mata kita dapat melihat adanya pergeseran
dalam dunia kita sekarang, teruatama dalam cara kita bergaul dan berkomunikasi
dengan sesama. Hal ini tak terkecuali kita alami juga dalam kehidupan berumah
tangga. Orang mulai tidak saling “mengenal” meski hidup dalam satu rumah.
Komunikasi lebih sering terjadi di dunia maya daripada komunikasi langsung.
Dalam situasi seperti ini, peran orangtua sebagai agen perubahan dalam keluarga
harus benar-benar terlaksana agar anak-anak tidak terbelenggu oleh perkembangan
globalisasi tersebut. Orangtua memiliki peranan besar dalam membentuk sebuah
komunitas yang baik dalam keluarga.
Orangtua sebagai Agen Perubahan
Seseorang
dinilai baik kalau dia menjadi pelaku dan pemilih yang baik. Hal ini bukan
semata-mata persoalan memilih dan melaksanakan tindakan secara baik, tetapi
tentang memilih dan melakukan sebuah tindakan secara benar (Yosef Keladu Koten,
2010: 60). Orang tua adalah agen perubahan. Dia menjadi panutan yang baik untuk
anak-anak. Dia menjadi pelaku dan pemilih yang baik dalam keluarga. Pelaku yang
baik dapat memilih yang baik. Pemilih yang baik adalah pelaku yang baik. Dan
orang tua adalah pelaku dan pemilih yang baik yang menjadi sumber inspirasi
bagi anak-anak. Pelaku dan pemilih yang tidak baik bukanlah orang tua sebagai
agen perubahan bagi anak-anak. Orangtua harus tahu apa yang seharusnya
dilakukan agar anak-anak dapat bertumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang
baik di era perkembangan ini. Sebab di era perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi yang pesat ini telah membawa perubahan cara dan gaya hidup anak-anak
berubah secara drastis. Perkembangan teknologi
itu membuat orang yang jauh menjadi dekat yang dekat menjadi jauh. Pesan,
undangan, dan salam dalam hitungan detik segera sampai kepada orang yang dituju
melalui facebook, twiter, whatsaapp, dan situs jejaring sosial lainnya.Hal ini
membuat seorang anak semakin sulit untuk menemukan identitas diri mereka
sendiri. Kehidupan atau situasi dalam rumah bak perjalanan sebuah mobil di
jalan tol tanpa mengenal yang lain. Anak –anak fokus pada diri mereka
masing-masing. Anak yang satu lebih senang bermain game dalam handphone
ketimbang berkomunikasi secara empat mata dengan temannya. Situasi seperti ini membuat mereka tidak
saling mengenal secara intensif.Apabila sebelumnya keluarga terdiri dari orang
tua dan anak-anak, maka sekarang lingkaran itu dalam arti tertentu diperluas
hingga menjangkau “tamu” yang kurang lebih permanen, seperti pembawa acara,
pembaca berita yang hadir dengan gaya dan dalam kemasan yang sedemikian
memukau. Dengan demikian warna dari sebuah keluarga dalam satu rumah tidak
tampak sama sekali. Pesona barang
teknologi sungguh memikat dan mampu mengikat anak-anak juga orangtua untuk
berlama-lama dengan barang tersebut ketimbang berlama-lama dengan keluarga
untuk membagi cerita.
Jika saja di balik pesona alat-alat
teknologi itu anak-anak ditantang dengan sekian banyak dampak, maka terhadap
fungsi dan peran alat-alat teknologi yang semakin hari kian berkembang,
keluarga (orang tua) pun dituntut untuk
mengambil sikap tertentu terhadap sikap anak-anak yang asik dengan barang
tersebut. Orangtua harus memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak
seperti memberikan motivasi, teladan hidup yang baik dan mengajak anak-anak
untuk tidak terlarut dengan alat teknologi apabila mereka salah menggunakannya,
maka hidup mereka tidak akan terarah. Salah satu pakar pendidikan Alfred
Whitehed pernah menulis demikian: bahwa subjek didik adalah pribadi yang hidup,
dan maksud pendidikan adalah untuk merangsang serta membimbing perkembangan
dirinya (Sudarminta, 2015: 15). Di sini peran dan kehadiran orangtua menjadi
keniscayaan. Orang tua harus bisa merangsang dan menciptakan suasana
pembelajaran yang mendukung proses kodrati itu agar anak-anak boleh menimba
secara baik apa yang dipelajari dari orangtua. Hal ini penting selain
membudayakan terbentuknya etos keteladanan sikap orangtua dalam keluarga, juga
menjaminterbentuknya anak-anak yang berkarakter baik. Tentang hal ini, amanat
apostolik Sri Paus Yohanes Paulus II tentang peran keluarga Kristen dalam dunia
modern penting untuk dihayati, “Orang tua sebagai penerima (pembaca, pendengar,
pemirsa) hendaklah secara aktif menjaga, supaya media digunakan secara
terkendali, kritis, waspada dan bijaksana, dengan menyelidiki akibat-akibatnya
pada anak-anak mereka, dan dengan mengawasi penggunaan media sedemikian rupa.”Jika
orangtua menghayati amanat apostolik bapak suci ini maka niscaya peran orangtua
sebagai agen perubahan pada titik tertentu akan
menjelma candu yang positif dalam diri anak-anak. Perkembangan
yang semakin pesat juga menuntut ketegasan sikap dari setiap orangtua sehingga
realitas semu yang ditampilkan tidak sampai menggoncangkan tatanan dan keutuhan
keluarga.

0 Comments