![]() |
| Ilustrasi dari Facebook |
Setiap hari hanya berhadapan dengan tugas kuliah, kerja bahkan rindu yang tak sampai. Sungguh rutinitas yang sangat membosankan. Seteguk demi seteguk aku rasakan kopi sembari menikmati senja. Dengan wajah sendu kupandangi senja. Dia begitu indah. Saat aku lagi asik menikmati senja dan segelas kopi, tanpa kusadari bahwa seseorang yang pernah hadir dalam hidupku kini terlintas kembali dalam benakku. Sudah bertahun-tahun aku mengubur kenangan bersamanya, tapi saat ini dia hadir kembali.
Aku sudah merelakan dia pergi bersama orang yang dicintainya. Aku tidak pernah memaksa dia untuk tetap bersamaku. Itu pilihan dia sendiri. Aku tidak pernah berhak melarangnya. Tentang senyumnya telah lama kulupakan. Tetapi mengapa saat ini wajah cantik itu hadir kembali. Ia hadir dengan senyuman yang menenangkan hati. Aku melihat kopi pada gelas tinggal sedikit. Aku coba mengambilnya dan kutegukan sedikit demi sedikit.
Denyut jantungku mulai berdetak tidak normal saat mengingatnnya lagi. Aku tenangkan pikiran dan beralih memandang senja. Namun bayangan wajahnya sudah tertancap dalam benakku. “Baiklah, aku menghadirkan kembali kenangan bersamanya. Tapi bukan merindukannya.” Kataku dalam hati.
***
Sedikit cerita dari kenangan masa laluku. Aku ingat masa kami berpacaran waktu itu di bangku SMA. Perjalanan cinta kami cukup panjang, kurang lebih dua tahun terhitung dari kelas satu SMA. Aku sangat tabah mencintainya. Teman-teman selalu menceritakan yang kurang baik tentang dirinya, dengan alasan agar aku harus meninggalkan dirinya. Tapi aku tidak pernah respon apa kata mereka. Aku tetap mencintainya. Aku suka liar matanya yang membuyarkan segala kebekuanku.
Aku suka pelukan manjanya. Hingga pada suatu waktu, di sebuah lorong kelas, aku mendapatkan dirinya sedang berdua dengan orang lain. Mereka begitu mesrah seolah-olah hubungan mereka sudah lama. Aku hanya diam seribu bahasa. Kemudian aku pergi meninggalkan mereka. Sejak saat itu, aku tidak lagi percaya pada dirinya. Di awal pertemuan dulu, aku berani untuk jatuh dalam sebuah cinta, aku kira dia baik dan tulus mencintaiku. Ternyata, cintaku itu kandas. Setalah kejadian itu, aku berani mengatakan kami harus putus walau berat hati aku katakan. Tapi dia tidak menginginkan agar kami berpisah. Aku terus ngotot untuk meninggalkannya.
Pada suatu senja, dia menelponku dan menanyakan aku tentang kemungkinan untuk kembali padanya. Aku bilang, bahwa segala kemungkinan itu terjadi. Tapi apakah kemungkinan itu akan menjadi kenyataan, itu masih misteri. Lalu dengan nada gurau, aku bertanya padanya apakah dia kecewa jika aku memutuskan untuk meninggalkannya selama-lamanya, Dia diam cukup lama, tapi kemudian dia menangis dan berkata, “Aku rela hubungan kita sampai di sini. Aku mencoba untuk mencari orang lain sama seperti dirimu. Tapi itu sangat sulit karena setiap pribadi mempunyai keunikan masing-masing.” Setelah itu dia menutup telponnya.
Baca Juga: Puisi Segelas Kopi
Tiga tahun berselang dia kembali menelponku. Dia mengatakan bahwa dirinya sudah bertunangan. Sekarang dia sedang mempersiapkan perkawinannya. Dia mengharapkan agar aku hadir dan menjadi saki pernikahan mereka. Tapi aku katakan bahwa mungkin aku tidak bisa hadir karena orang tuaku sedang rawat di rumah sakit. Inilah alasan satu-satunya agar dia percaya.
Padahal dalam hatiku ada rasa sakit karena dia benar-benar bersama orang lain. Aku sakit hati karena orang yang kucintai telah ada bersama orang lain. Lalu, apalagi yang boleh kuperbuat selain menerima dan mencintai luka. Mau tak mau aku harus setuju dengan keputusannya.
kuteguk kopi yang hanya tinggal ampas dan tuntaslah sebait kenangan masa laluku. Aku bangkit berdiri dan menyiapkan diri untuk mengikuti doa sore.
*Unit Rafael, 27 Juli 2020


0 Comments