Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Handphone Atau Anak

Handphone Atau Anak
Foto dari Google


 Kehadiran hp memang memberi banyak kemudahan dalam hidup. Namun tak jarang, hp juga menjauhkan kita dari orang terkasih, seperti pasangan dan anak-anak. Hingga sebuah hubungan bisa rusak akibat penggunaan hp yang berlebihan. Bahkan, anak juga bisa menumbuhkan perasaan benci pada perangkat teknologi satu ini, akibatnya orangtua yang terlalu sibuk dengan hp dan tak pernah memiliki waktu berkualitas bersama anak. Orangtua lebih mencintai hp dari pada merawat atau memperhatikan  anak sendiri. Mereka hidup dalam satu rumah. Ada bersama dalam satu rumah tetapi tidak pernah bersama untuk membagi cerita atau sharing bersama  anak-anak.
      Ketika orangtua sibuk dengan hp terus – menerus, anak merasa diabaikan dan tidak diperhatikan. Dan banyak penelitian yang menyebut bahwa orangtua terlalu asyik main hp mengakibatkan banyak terjadi kecelakan dan cedera pada anak saat  di taman bermain. Oleh karena itu,  orangtua kurangi penggunaan hp dan luangkan waktu seluas-luasnya bersama anak-anak.  Masa depan anak ada pada orang tua. Mereka(orang tua) sebagai sumber penerangan bagi perjalanan masa depan anak. Anak-anak mengalami situasi ketidakpastian masa kini dan masa depan kalau orangtua kurang memberikan yang terbaik. Anak-anak cemas dan bingung. Berharap pada siapa.
Tuntutan Tanggung Jawab Orangtua
            Berlama-lama dengan hp merupakan pekerjaan yang sia-sia dan memakan waktu yang cukup lama. Berlama-lama dengan hp sangatlah tidak berguna. Apabila kita sedang berasik dengan hp, kerap kali kita kurang menyadari keberadaan orang lain di samping kita. Orang lain dianggap sebagai penganggu keberadaan kita apabila kita sedang berasik dengan hp. Orang lain kerap kali dijauhkan dan mendekatkan barang yang kita miliki yang sebenarnya bukan bagian dari interkasi sosial yang memampukan kita berharga di hadapan orang lain. Inilah yang dipraktekan oleh orangtua pada zaman sekarang. Orangtua kurang memperhatikan anak-anak. Orangtua seringkali mengabaikan anak-anak karena menganggap bahwa anak-anak sering menganggu pekerjaan mereka. Walau pekerjaan itu hanya sia-sia saja. Orangtua lupa bahwa mereka adalah guru yang terbaik untuk anak-anak. Di sana anak-anak dapat menimbah banyak pengetahuan, mengukir masa depan yang baik. Orangtua lupa bahwa masa depan anak-anak tergantung pada orangtua sebagai penerang untuk membuka jalan agar masa depan anak-anak dicapai dengan baik. Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam Dunia Modern, yang berbicara tentang perkawinan dan keluarga menegaskan bahwa pada hakikatnya, perkawinan dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada adanya keturunan serta pendidikannya, memang anak-anak merupakan karunia yang paling luhur, dan besar sekali artinya bagi kesejahteraan orangtua sendiri. Hal ini berarti bahwa anak –anak pada umumnya dipandang oleh orangtuanya sebagai buah-buah cinta kasih mereka, dan suatu keluarga dengan anak-anak sering kali dipandang sebagai yang diberkati secara berlimpah-limpah oleh Allah, khususnya di dalam konteks agama kristen. Keluarga – keluarga tanpa anak, di lain pihak, sering kali sedih karena merasa tidak diberkati.  Pengajaran Konsili Vatikan II ini memberikan kepada setiap keluarga garis-garis besar panduan yang jelas dan meyakinkan berkenan dengan suatu masalah yang sangat penting dan situasi yang seringkali harus dihadapi. oleh karena itu, sikap orangtua sebagai tanggung jawab anak dalam keluarga harus dijunjung tinggi. Karena seorang anak dapat berkembang hanya dalam cahaya cinta kasih orang tua yang utuh. Oleh karena itu, tugas orangtua yang baik saat ini, khususnya orang tua kristiani, tentu saja bukanlah mau membuat suatu percobaan utopis kembali kepada sikap aca-acakan, tak terencana, yaitu mempunyai anak tanpa perencanaa apa pun, tetapi menerima secara bertanggung jawab dengan perasaan sukacita. Seperti segala sesuatu yang manusiawi, keluarga membutuhkan perencanaan secara hati-hati, lebih-lebih karena yang dipertaruhkan adalah manusia, dan bukan sekadar kepentingan-kepentingan manusiawi saja. Perlunya tanggung jawab yang serius dan disadari dari pihak orangtua. Seorang imam Yesuit J. L. Thomas, tentang kehidupan perkawinan dan keluarga mengatakan bahwa “Pasangan suami-istri Katolik akan mempunyai sejumlah anak yang mereka rasakan dapat mereka dukung dan dapat mereka besarkan secara layak (J. L. Thomas, 1956: 72).”
Orangtua: Pendidik Yang Terbaik
            Dalam suratnya yang dialamatkan kepada keluarga-keluarga di seluruh dunia selama Tahun Keluarga Internasional, Paus Yohanes Paulus II menulis dalam paragraf pembukaan di bagian yang berbicara tentang pendidikan sebagai berikut: “Apakah yang terkait dengan pendidikan anak? Dalam menjawab persoalan ini, dua kebenaran pokok hendaknya tetap diingat:  pertama, bahwa manusia dipanggil untuk hidup dalam kebenaran dan kasih; dan yang kedua bahwa setiap orang menemukan pemenuhan melalui pemberian diri yang tulus. Kebenaran tadi menyangkut baik orang yang menjadi pendidik maupun orang yang dididik. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses yang unik, untuk mana persatuan timbal balik pribadi-pribadi sangatlah penting. Pendidikan adalah seorang pribadi yang “melahirkan” dalam arti rohani. Dari pandangan ini, mengasuh anak dapat dianggap sebagai suatu kerasulan yang sejati. Mendidik anak merupakan suatu sarana komunikasi yang hidup, yang bukan hanya menciptakan suatu hubungan yang mendalam antara pendidik dengan orang yang dididik, tetapi juga membuat mereka berdua ikut ambil bagian dalam kebenaran dan kasih, tujuan terakhir, ke rarah mana setiap orang dipanggil oleh Allah, Bapa, Putra, dan Roh Kudus (Yohanes Paulus II, surat kepada keluarga-keluarga, 1994: 16).” Di sini Bapa Suci menyarankan bahwa proses ‘menrunkan anak’ sama sekali tidak selesai pada saat kelahiran, tetapi hendaknya berlangsung terus bahkan sampai anak telah mencapai kedewasaannya. Oleh karena itu, dalam tugas membangun suatu keluarga dan tugas menurunkan anak-anak yang diberikan oleh Allah sebagai ungkapan cinta kasih Allah kepada orangtua dan cinta kasih timbal-balik di dalam perkawinan, pasangan suami- istri (orangtua) terus mencerminkan gambar dan citra Allah justru melalui pelayanan pendidikan kepada anak-anak. Melalui pendidikan hendaklah anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga bila nanti mereka sudah dewasa mereka mampu penuh tanggung jawab mengikuti pilihan hidup mereka. Usaha pendidikan dari orangtua membantu anak menuju kedewasaan fisik, emosional, afektif, moral dan sosial, juga dalam pembinaan akal budi.
Baca Juga Cerpen Tentang Dian
            Sebuah keluarga disebut sehat dan bahagia jika setiap anggota di dalamnya hidup rukun, damai, mengambil waktu untuk berada bersama, saling menghargai, serta memberdayakan anak-anak sehingga memiliki hargi yang tinggi dalam pribadi anak-anak. Peran sebagai orangtua dan mengatur sebuah keluarga barangkali merupakan hal yang dinanti- nantikan oleh anak-anak dan dianggap sebagai pengalaman yang menyenangkan dan sekaligus mencerahkan masa depan anak dan keluarga. Tidak ada tempat yang lebih baik bagi cinta kasih sejati selain daripada rumah, di mana keluarga merupakan suatu komunio antarpribadi yang dipersatukan oleh cinta kasih pengabdian kepada kehidupan. Cinta orangtua menemukan kepenuhannya tepat dalam tugas atau kewajiban pendidikan yang merupakan usaha melengkapi dan menyempurnakan pelayanan terhadap kehidupan. Di samping sumber cinta kasih, orangtua merupakan prinsip, yang menjiwai, menginspirasikan, dan membimbing segala kegiatan pendidikan anak dalam keluarga.

Post a Comment

0 Comments