![]() |
| Foto dari Google |
Kehadiran hp memang memberi banyak kemudahan dalam
hidup. Namun tak jarang, hp juga
menjauhkan kita dari orang terkasih, seperti pasangan dan anak-anak. Hingga
sebuah hubungan bisa rusak akibat penggunaan
hp yang berlebihan. Bahkan, anak juga bisa menumbuhkan perasaan benci pada
perangkat teknologi satu ini, akibatnya orangtua yang terlalu sibuk dengan hp dan tak pernah memiliki waktu
berkualitas bersama anak. Orangtua lebih mencintai hp dari pada merawat atau
memperhatikan anak sendiri. Mereka hidup
dalam satu rumah. Ada bersama dalam satu rumah tetapi tidak pernah bersama
untuk membagi cerita atau sharing bersama anak-anak.
Ketika
orangtua sibuk dengan hp terus –
menerus, anak merasa diabaikan dan tidak diperhatikan. Dan banyak penelitian
yang menyebut bahwa orangtua terlalu asyik main hp mengakibatkan banyak terjadi kecelakan dan cedera pada anak
saat di taman bermain. Oleh karena
itu, orangtua kurangi penggunaan hp dan luangkan waktu seluas-luasnya
bersama anak-anak. Masa depan anak ada
pada orang tua. Mereka(orang tua) sebagai sumber penerangan bagi perjalanan
masa depan anak. Anak-anak mengalami situasi ketidakpastian masa kini dan masa
depan kalau orangtua kurang memberikan yang terbaik. Anak-anak cemas dan
bingung. Berharap pada siapa.
Tuntutan
Tanggung Jawab Orangtua
Berlama-lama
dengan hp merupakan pekerjaan yang
sia-sia dan memakan waktu yang cukup lama. Berlama-lama dengan hp sangatlah tidak berguna. Apabila kita sedang berasik dengan hp, kerap kali kita kurang menyadari
keberadaan orang lain di samping kita. Orang lain dianggap sebagai penganggu
keberadaan kita apabila kita sedang berasik dengan hp. Orang lain kerap kali dijauhkan dan mendekatkan barang yang
kita miliki yang sebenarnya bukan bagian dari interkasi sosial yang memampukan
kita berharga di hadapan orang lain. Inilah yang dipraktekan oleh orangtua pada
zaman sekarang. Orangtua kurang memperhatikan anak-anak. Orangtua seringkali
mengabaikan anak-anak karena menganggap bahwa anak-anak sering menganggu
pekerjaan mereka. Walau pekerjaan itu hanya sia-sia saja. Orangtua lupa bahwa
mereka adalah guru yang terbaik untuk anak-anak. Di sana anak-anak dapat
menimbah banyak pengetahuan, mengukir masa depan yang baik. Orangtua lupa bahwa
masa depan anak-anak tergantung pada orangtua sebagai penerang untuk membuka
jalan agar masa depan anak-anak dicapai dengan baik. Konsili Vatikan II, dalam Konstitusi Pastoral tentang Gereja dalam
Dunia Modern, yang berbicara tentang perkawinan dan keluarga menegaskan
bahwa pada hakikatnya, perkawinan dan cinta kasih suami istri tertujukan kepada
adanya keturunan serta pendidikannya, memang anak-anak merupakan karunia yang
paling luhur, dan besar sekali artinya bagi kesejahteraan orangtua sendiri. Hal
ini berarti bahwa anak –anak pada umumnya dipandang oleh
orangtuanya sebagai buah-buah cinta kasih mereka, dan suatu keluarga dengan
anak-anak sering kali dipandang sebagai yang diberkati secara berlimpah-limpah
oleh Allah, khususnya di dalam konteks agama kristen. Keluarga – keluarga tanpa
anak, di lain pihak, sering kali sedih karena merasa tidak diberkati. Pengajaran Konsili Vatikan II ini memberikan
kepada setiap keluarga garis-garis besar panduan yang jelas dan meyakinkan
berkenan dengan suatu masalah yang sangat penting dan situasi yang seringkali
harus dihadapi. oleh karena itu, sikap orangtua sebagai tanggung jawab anak
dalam keluarga harus dijunjung tinggi. Karena seorang anak dapat berkembang
hanya dalam cahaya cinta kasih orang tua yang utuh. Oleh karena itu, tugas
orangtua yang baik saat ini, khususnya orang tua kristiani, tentu saja bukanlah
mau membuat suatu percobaan utopis kembali kepada sikap aca-acakan, tak
terencana, yaitu mempunyai anak tanpa perencanaa apa pun, tetapi menerima
secara bertanggung jawab dengan perasaan sukacita. Seperti segala sesuatu yang
manusiawi, keluarga membutuhkan perencanaan secara hati-hati, lebih-lebih
karena yang dipertaruhkan adalah manusia, dan bukan sekadar kepentingan-kepentingan
manusiawi saja. Perlunya tanggung jawab yang serius dan disadari dari pihak
orangtua. Seorang imam Yesuit J. L. Thomas, tentang kehidupan perkawinan dan
keluarga mengatakan bahwa “Pasangan suami-istri Katolik akan mempunyai sejumlah
anak yang mereka rasakan dapat mereka dukung dan dapat mereka besarkan secara
layak (J. L. Thomas, 1956: 72).”
Orangtua:
Pendidik Yang Terbaik
Dalam
suratnya yang dialamatkan kepada keluarga-keluarga di seluruh dunia selama
Tahun Keluarga Internasional, Paus Yohanes Paulus II menulis dalam paragraf
pembukaan di bagian yang berbicara tentang pendidikan sebagai berikut: “Apakah
yang terkait dengan pendidikan anak? Dalam menjawab persoalan ini, dua
kebenaran pokok hendaknya tetap diingat:
pertama, bahwa manusia
dipanggil untuk hidup dalam kebenaran dan kasih; dan yang kedua bahwa setiap orang menemukan pemenuhan melalui pemberian diri
yang tulus. Kebenaran tadi menyangkut baik orang yang menjadi pendidik maupun
orang yang dididik. Dengan demikian pendidikan merupakan suatu proses yang
unik, untuk mana persatuan timbal balik pribadi-pribadi sangatlah penting.
Pendidikan adalah seorang pribadi yang “melahirkan” dalam arti rohani. Dari
pandangan ini, mengasuh anak dapat dianggap sebagai suatu kerasulan yang
sejati. Mendidik anak merupakan suatu sarana komunikasi yang hidup, yang bukan
hanya menciptakan suatu hubungan yang mendalam antara pendidik dengan orang
yang dididik, tetapi juga membuat mereka berdua ikut ambil bagian dalam
kebenaran dan kasih, tujuan terakhir, ke rarah mana setiap orang dipanggil oleh
Allah, Bapa, Putra, dan Roh Kudus (Yohanes Paulus II, surat kepada keluarga-keluarga, 1994: 16).” Di sini Bapa Suci
menyarankan bahwa proses ‘menrunkan anak’ sama sekali tidak selesai pada saat
kelahiran, tetapi hendaknya berlangsung terus bahkan sampai anak telah mencapai
kedewasaannya. Oleh karena itu, dalam tugas membangun suatu keluarga dan tugas
menurunkan anak-anak yang diberikan oleh Allah sebagai ungkapan cinta kasih
Allah kepada orangtua dan cinta kasih timbal-balik di dalam perkawinan,
pasangan suami- istri (orangtua) terus mencerminkan gambar dan citra Allah
justru melalui pelayanan pendidikan kepada anak-anak. Melalui pendidikan
hendaklah anak-anak dibina sedemikian rupa, sehingga bila nanti mereka sudah
dewasa mereka mampu penuh tanggung jawab mengikuti pilihan hidup mereka. Usaha
pendidikan dari orangtua membantu anak menuju kedewasaan fisik, emosional,
afektif, moral dan sosial, juga dalam pembinaan akal budi.
Baca Juga Cerpen Tentang Dian
Baca Juga Cerpen Tentang Dian
Sebuah
keluarga disebut sehat dan bahagia jika setiap anggota di dalamnya hidup rukun,
damai, mengambil waktu untuk berada bersama, saling menghargai, serta
memberdayakan anak-anak sehingga memiliki hargi yang tinggi dalam pribadi
anak-anak. Peran sebagai orangtua dan mengatur sebuah keluarga barangkali
merupakan hal yang dinanti- nantikan oleh anak-anak dan dianggap sebagai
pengalaman yang menyenangkan dan sekaligus mencerahkan masa depan anak dan
keluarga. Tidak ada tempat yang lebih baik bagi cinta kasih sejati selain
daripada rumah, di mana keluarga merupakan suatu komunio antarpribadi yang
dipersatukan oleh cinta kasih pengabdian kepada kehidupan. Cinta orangtua
menemukan kepenuhannya tepat dalam tugas atau kewajiban pendidikan yang
merupakan usaha melengkapi dan menyempurnakan pelayanan terhadap kehidupan. Di
samping sumber cinta kasih, orangtua merupakan prinsip, yang menjiwai,
menginspirasikan, dan membimbing segala kegiatan pendidikan anak dalam
keluarga.


0 Comments