Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Sinta dan Ilusi Yang Ditinggalkannya


Sinta dan Ilusi Yang Ditinggalkannya
Foto dari Google
            Betapa menjenuhkannnya bertahan pada cinta yang telah berhenti bertumbuh. Betapa melelahkannya terus mencari cara membuatmu kembali luluh. Jika kita bisa semanis dulu, setidaknya hilangkan pahitnya kehilanganmu. Jika kita tidak bisa kembali saling melengkapi, setidaknya beri tahu aku caranya mengakhiri bukan pergi tanpa meninggalkan pesan.
Semalam aku tidak bisa tidur karena selalu memikirkan tentangmu yang telah pergi. Aku pikir engkau pasti kembali dalam pelukanku, nyatanya engkau terus pergi dan tak pernah kembali lagi. Di bawah kolong langit malam ini aku sepi sendiri, merindukan sosokmu yang selalu membuatku bahagia.  Aku tahu kita tidak pernah bersatu tentang rasa pun tentang hati. Aku sangat paham itu. Tapi setidaknya engkau mengerti dengan isi hatiku. Bahwa aku tidak pernah  bohong untuk mengatakan kalau aku sangat mencintaimu. Engkau pergi tanpa meninggal pesan pun kesan untuk kuingat akhir dari perpisahan ini. Aku sendiri tidak pernah ingin untuk berpisah darimu. Karena aku yakin engkau malaikat tanpa sayap yang menerangi segala lorong-lorong gelap hidupku. Di dalam kamar sepi ini, aku menyendiri sembari mengingat paras wajahmu yang anggun.
            Seandaninya engkau tidak pergi pasti aku selalu bahagia. Senyum manismu membuatku enggan untuk berpaling, ingin terus menatap senyummu. Aku tidak pernah menyangka engkau seperti itu. Dulu saat kita masih bersama, aku pernah mengatakan kepadamu, “Enu, jika dalam dirimu ada masalah entah masalah pribadimu dengan keluarga atau dengan teman, bisa ceritakan. Mungkin aku bisa memberikan solusinya.” Dan engkau pun dengan senang hati menjawab, “Baik nana, aku akan mensheringkan kepadamu apabila aku ada masalah.” Dan engkau mengatakan itu dengan polos. Aku pun percaya kalau dirimu pribadi yang terbuka dan selalu menerima masukan dari orang lain tak terkecuali aku. Aku tidak tahu apakah engkau pergi karena masalahmu  begitu besar sehingga tak perlu orang lain untuk membantu. Atau mungkin engkau bosan dan jenuh dengan hubungan kita ini. Aku tahu engkau sudah mulai jenuh dengan diriku. Waktu pertemuan terakhir di lorong itu, tingkah lakumu mulai agak lain tidak seperti sebelumnya. Aku pun sempat bertanya tentang tingkah laku anehmu itu. Tapi bibir manismu enggan untuk mengatakan itu. Aku pun malu dan diam seribu bahasa. Aku mulai berpikir bagaimana mengembalikan semua ke posisi semula, ke tempat yang seharusnya saat kita masih jatuh cinta berdua. Saat dunia hanya berputar mengelilingi kita. Tapi tampaknya, aku sudah kalah telak. Engkau begitu berubah. Barangkali engkau bosan dengan hubungan kita ini. Baiklah aku rela engkau pergi kalau alsanmu jenuh dengan hubungan kita. Aku pun tidak berhak  menahanmu untuk tetap ada bersamamu.  Itu urusanmu.
Baca Juga Cerpen Perempuan Yang Menanti Hujan
            Suatu malam tanpa sengaja aku pergi berjalan-jalan ke rumah teman. Jaraknya tidak terjauh dengan rumahku. Pergi hanya duduk-duduk cerita daripada jenuh di rumah terus. Di samping rumah temanku ada taman kota. Di taman kota ini tak pernah sepi. Setiap malam anak muda selalu ramai di situ. Ada yang duduk sendiri sambil menikmati angin malam, ada juga duduk berdua dengan pacar.  Yang paling banyak duduk berpasangan. Entahlah aku tidak mau mengganggu dunia mereka. Toh setiap orang berhak untuk ada di tempat ini. Entah dia sendiri atau dengan pasangannya itu urusan mereka. Orang yang mengganggu dunia mereka ini mungkin orang gila. Tapi orang-orang yang lalu lalang melewati taman kota ini pada umumnya mengerti dengan suasana mereka. Tak lama kemudian, aku pun sampai di rumah temanku ini. Cahaya lampu di depan teras rumahnya sangat terang sehingga semut yang berjalan di malam hari pun dapat dilihat. Aku pun mencoba mengetuk pintu. Ketok pertama pintu tidak buka. Begitupun yang kedua kalinya. Kakiku mencoba serong ke samping meloi dari kaca jendela barangkali mereka masih di kamar tamu. Kemudian aku diam sejenak.  Aku berpikir lebih baik aku pulang daripada berdiri sendiri di depan rumah ini. Nanti orang curiga aku pencuri. Lama aku bergulat dengan suara hatiku. Aku coba melangkah ke depan pintu untuk mengetok ketiga kalinya. Kali ini aku mengetok lebih keras lagi. Tapi tetap saja pintu tidak buka. Aku berpikir lebih baik aku pulang saja. Begitu kakiku mau melangkah dari depan pintu, tiba-tiba temanku langsung muncul dari dalam.
            “Fano, tunggu.”  Ia memanggilku dengan langkah lebih cepat. Dia takut mungkin aku pergi.
            “Aduh teman. Jawabku dengan senyum. Ke mana saja tadi.”
            “Tidak kok. Pengaruh kami ada di ruangan tengah tadi sambil menonton tv.”
            “Ohh, begitu. Aku pikir kamu sudah tidur.” Aku sambil melihat jam tangan.
            “Belum kok. Jam belum apa-apa ini.  Lagian aku kan biasanya sampai larut malam. Mari silahkan masuk ke dalam rumah.”  Dia mempersilahkan aku untuk masuk di dalam rumah.
            “Dino. Nama temanku ini. Nadaku pelan. Aku bukan menolak untuk masuk ke dalam rumah. Bagaimana kalau kita duduk santai di taman kota itu. Atau bagaimana!”
            “Iya Fano. Aku juga berpikir begitu tadi. Apalagi jam begini taman kota masih ramai. Tapi tunggu aku ambil jacket dulu. Tunggu sebentar.” Dia pun langsung mengambil jacket tanpa lupa dia terlebih dahulu meminta ijin kepada kedua orang tuanya. Mereka(orang tuanya) hanya tersenyum karena mereka tahu dunia remaja. Mereka juga pernah merasakan tahap seperti ini.
            Kurang lebih dua meter jarak rumah Dino dengan taman kota ini. Tidak membutuhkan banyak tenaga untuk sampai. Tak lama kemudian, kami pun tiba di taman kota ini. Kami melihat begitu banyak pasangan ada di sini. Hampir tidak ada yang duduk seorang diri. Semuanya pada pasangan masing-masing.  Kami sepakat untuk duduk di pojok atas, menjahui dari sinar lampu. Supaya orang tidak mengenal kami. Dua tiga langkah kami mau sampai di pojok ini, tiba-tiba Dino bertanya tentang hubunganku dengan Sinta. Mungkin Dino belum tahu kalau kami sudah lama berpisah. Maklum karena selama ini aku menjaga rahasia ini supaya orang lain tidak mengolok kalau sekarang aku sudah jomblo. Kepada Dino pun aku tidak pernah memberitahukannya. Aku dengan sepenuh hati menyampaikan kepada Dino kalau aku dan Sinta sudah berpisah. Dia hanya mengangguk kepala tapi ekspresi wajahnya sangat sedih. Hampir dua jam kami duduk di taman kota ini. Aku melihat jam tangan pada pukul dua belas malam. Artinya tidak ada lagi orang di taman kota ini. Mana mungkin jam begini masih ada pasangan duduk di taman ini. Angin malam mulai terasa dingin. Aku melihat Dino sudah mulai mengantuk. Tanpa berpikir panjang, aku mengajak Dino untuk pulang ke rumah masing-masing. Kami bediri dan berjalan di tengah taman kota ini. Sunyi dan sepi yang kami rasakan. Benar-benar tidak ada lagi orang di taman kota ini. Kataku dalam hati. Tanpa sengaja aku menoleh di samping kiriku. Di sana masih ada dua makhluk hidup duduk berpasangan. Di bawah terang lampu itu, mereka duduk dengan mesrah. Begitu mereka melihat kami, pura-pura duduk agak sedikit menjauh. Mereka tidak tahu kalau aku duluan melihat mereka sangat mesra sekali. Tidak lama mereka juga ikut kami untuk pergi dari taman kota ini. Aku dan Dino sengaja duduk sedikit di depan gerbang. Tiba-tiba mereka muncul dari dalam. Betapa hatiku sakit . Ternyata yang duduk mesrah tadi Sinta dengan pacarnya. Aku melihat Sinta sangat cuek seolah-olah tidak mengenalku. Kami berpapasan di depan gerbang tapi dia tidak menegurku. Aku mau memanggilnya tapi ada rasa takut pacarnya cemburu. Dino menatapku agak heran dengan tingkah laku Sinta. Akhirnya Sinta pergi dengan pacarnya tanpa menoleh  kepadaku.
            Sejak kejadian itu, aku tidak pernah lagi memikirkan tentangnya. Aku sudah tahu alasan perihal kepergiannnya. Selama ini aku pikir dia tidak ada siapa-siapa dalam hubungan kami. Ternyata dugaanku salah. Mungkin duniamu bukan lagi aku. Kebahagiaan yang kamu cari tidak lagi ada padaku. Bukan rinduku yang ingin kamu temui. Sehingga kamu memutuskan untuk pergi, mencari tempat di mana kamu bisa dapat lagi banyak kebahagiaan.  Jika tidak ada lagi alasan untuk menyatu, pergilah sejauh mungkin dari jangkauanku. Biar aku benar-benar sendiri. Biar aku terbiasa dan tal berharap pada yang tak ada wujudnya lagi.
                                                                                               

Post a Comment

1 Comments

  1. Mantap Nana Udo. Ingat tuk berkomentar di blog unit jga e 😁

    ReplyDelete