Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Ticker

6/recent/ticker-posts

Kajian Unsur Semesta dalam Bahasa Manggarai(Bagian 1)

 

I. Pendahuluan

Bahasa adalah segala-galanya. Apapun yang dilakukan manusia dalam kehidupannya, apabila mereka berada bersama, mereka menggunakan bahasa. Melalui bahasa, manusia dapat saling mengerti dan menjalankan kehidupan secara baik serta dapat bersama-sama mengatasi problem yang dialami bersama. Singkatnya, bahasa memudahkan manusia untuk saling berinteraksi dan membentuk kehidupan yang lebih bermartabat. Setiap daerah di Indonesia masing-masing memiliki bahasa yang tentunya unik dan berbeda dengan daerah lain. Setiap daerah memiliki unsur semesta bahasa. 

Hal ini dapat membuat bahasa bersangkutan menjadi  kaya, unik dan beragam. Keberagaman bahasa itu dapat terjadi karena faktor kedaerahan dan kultur atau latar belakang dari suatu daerah. Bisa saja, setiap masyarakat bahasa dari daerah tertentu itu tidak mengetahui dan menyadari akan adanya unsur semesta bahasa itu. Sebagai salah satu kelompok bahasa yang unik atau berbeda dengan kelompok bahasa yang lain, bahasa Manggarai juga memiliki unsur semesta bahasanya.

Secara administratif Manggarai sudah dibagi ke dalam tiga kabupaten (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur). Pembagian secara administratif ini tidak menjadi alasan untuk berpisah atau tidak saling mengerti dalam membangun komunikasi. Selain budaya dan adat-istiadat yang sama, bahasa Manggarai juga menjadi salah satu medium perekat persaudaraan di antara orang Manggarai dari tiga kabupaten tersebut. 

Bahasa Manggarai ini menjadi medium ampuh untuk terjadinya sebuah interaksi dan mewujudkan tujuan yang dikehendaki bersama. Hal ini menunjukkan bahasa yang bersifat manusiawi. Bahasa disebut manusiawi karena bahasa menjadi berfungsi selama manusia memanfaatkannya. Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi, berkomunikasi dengan manusia lain dengan menggunakan bahasa sebagai media; baik secara lisan maupun secara tertulis[1]

Bahasa melekat erat dalam eksistensi manusia sebagai makhluk berpikir dan bermoral. Untuk memahami jati diri seseorang maka kita harus memahami bahasa yang digunakan sebab bahasa membuat seseorang menjadi manusiawi.[2] Atau dalam ungkapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, kita berpikir, bertindak, melihat, menangis, marah, bahagia semuanya terekam dalam bahasa yang kita gunakan, entah bahasa nasional Indonesia maupun bahasa daerah kita masing-masing.

Kekhasan yang mesti disyukuri di Manggarai ialah bahwa bahasa Manggarai itu dapat dimengerti oleh semua warga Manggarai dari ketiga kabupaten yang berbeda, walaupun dalam dialek atau logat yang berbeda. Kekhasan yang dapat ditemukan di Manggarai soal bahasa juga ialah misalnya warga Manggarai Timur (contoh: Waerana, Waelengga, Kisol dan sekitarnya) memiliki bahasa daerah tersendiri (bahasa Rongga) yang berbeda jauh dengan bahasa Manggarai. 

Dari sekian banyak para penutur bahasa Rongga ini hanya sedikit orang yang fasih dalam bahasa Manggarai dan paling banyak dari mereka hanya cukup mengerti bahasa Manggarai, ketika ada yang berbicara dengan mereka dalam bahasa Manggarai. Sebaliknya, tidak mudah orang Manggarai yang sudah menguasai bahasa Manggarai, misalnya berasal dari Ruteng dan sekitarnya untuk mengerti dan belajar bahasa Rongga, Manus dan lain-lain.

Dalam tulisan ini, kelompok ingin menelaah unsur semesta bahasa Manggarai yang sering digunakan oleh orang-orang Manggarai dan secara umum bisa dimengerti oleh orang Manggarai dari tiga kabupaten yang berbeda. Dengan demikian, dalam tulisan ini kelompok tidak akan menyinggung tentang unsur semesta bahasa selain bahasa Manggarai yang digunakan oleh kelompok penutur tertentu, misalnya bahasa Rongga, Manus dan bahasa-bahasa lain di Manggarai Timur. Kelompok membatasi tulisan ini hanya mengenai bahasa Manggarai yang digunakan di kabupaten Manggarai dan Manggarai Barat serta beberapa daerah di Manggarai Timur yang menggunakan ungkapan yang sama atau hampir sama.

II. Pembahasan Mengenai Unsur Semesta dalam Bahasa Manggarai

2.1. Bilangan

            Bilangan, atau dalam bahasa Inggirs number dibagi menjadi dua jenis, yaitu cardinal number dan ordinal number.[3] Meskipun sama-sama berbentuk angka dan berfungsi sebagai determiner, cardinal dan ordinal number tetap memiliki makna yang berbeda, sehingga penggunannya pun tidak dapat disamakan. Cardinal number adalah angka yang digunakan untuk menyatakan jumlah (quantity) dari objek yang dibicarakan. Contoh dari cardinal number adalah angka satu (one), dua (two), tiga (three), empat (four) dan seterusnya. Sedikit berbeda dengan cardinal number, ordinal number adalah angka yang digunakan untuk menyatakan suatu urutan atau tahapan. Contohnya adalah pertama (first), kedua (second), ketiga (third) dan seterusnya.

            Karena jenisnya berbeda, cardinal dan ordinal number tentunya memiliki cara penulisan dan pelafalan yang berbeda. Untuk cardinal number, cara penulisan angka dan ejaannya biasa, yaitu 1 untuk one, 2 untuk two, 3 untuk three dan seterusnya. Untuk angka belasan, biasanya akan diakhiri dengan “teen” kecuali pada angka 11 (eleven) dan 12 (twelve), misalnya 14 (fourteen), 16 (sixteen) dan 17 (seventeen). Untuk puluhan biasanya akan diakhiri dengan “ty” misalnya 20 (twenty), 50 (fifty), 80 (eighty) dan lain sebagainya. Sebaliknya untuk ordinal number, penulisannya berbeda, yaitu 1st (first) yang berarti pertama, 2nd (second) yang artinya kedua, 3rd (third) yang artinya ketiga, kemudian disusul dengan angka ordinal berakhiran –th seperti 4th (fourth) yang artinya keempat, 5th (fifth) yang artinya kelima dan seterusnya.

            Jadi, kesimpulannya adalah pada ordinal number ada empat macam akhiran yang digunakan yaitu, -st, -nd, -rd dan –th. Perlu diingat bahwa akhiran –st, -nd dan –rd, digunakan pada bilangan satuan, sedangkan yang lainnya menggunakan akhiran –th. 

Cardinal Number (bilangan dasar) dalam bahasa Manggarai

            Cardinal number dalam bahasa Manggarai ialah sebagai berikut: ca, sua, telu, pat, lima, enem, pitu, alo, ciok, cempulu, dst.Berdasarkan temuan kelompok berkenaan dengan cardinal number, ada beberapa daerah di Manggarai yang memiliki perbedaan atau kekhasan dalam penulisan dan atau pengucapan, misalnya, huruf c diganti dengan s, huruf s diganti dengan h. Maka, terjadi perubahan seperti berikut ini: sa, hua, telu, pat, lima, enem, pitu, alo, siok, sampulu. Beberapa daerah di Manggarai yang menyebut c dengan s dan s dengan h ialah Denge, kecamatan Satar Mese Barat, kecamatan Kuwus, hampir semua daerah Lembor dan sekitarnya.

Ordinal Number(urutan atau tahapan)dalam bahasa Manggarai

Ordinal number dalam bahasa Manggarai ialah sebagai berikut: tecan, tesuan, tetelun, tepatn, teliman, teenemn, tepitun, tealon, teciokn, tecampulun. Dalam bahasa Inggris, bilangan yang menyatakan urutan atau tahapan ditambahkan dengan –st, -nd, -rd, dan –th, misalnya first, second, third dan fourth. Bahasa Indonesia memiliki kekhasan tersendiri dalam hubungan dengan ordinal number ini yakni urutan paling awal menggunakan pertama, sedangkan untuk tahapan selanjutnya cukup ditambahkan dengan –ke, sehingga menjadi kedua, ketiga, keempat dan seterusnya. 

Berbeda dengan kedua bahasa sebelumnya, dalam bahasa Manggarai ordinal number ditunjukkan dengan awalan –te dan akhiran –n, sehingga menjadi te-ca-n (tecan:pertama), te-sua-n (tesuan:kedua), te-telu-n (tetelun:ketiga), te-pat-n (tepatn:keempat) dan seterusnya. Seperti cordinal number, pada ordinal number juga terdapat kekhasan dari beberapa daerah di Manggarai, yaitu huruf c diganti dengan s, huruf s diganti dengan h. Maka, menjadi  tesan, tehuan, tetelun, tepatn, teliman, teenemn, tepitun, tealon, tesiokn, tesempulu.

2.2 Peniadaan

Dalam bahasa Indonesia, untuk menerangkan tentang peniadaan dapat digunakan kata tidak, bukan dan morfem nir yang berarti tidak atau tanpa. Kata tidak selalu diikuti verba atau kata sifat, sedangkan kata bukan selalu diikuti nomina. Namun, dalam bahasa Manggarai, tidak ada morfem khusus untuk menerangkan tentang peniadaan, seperti yang terdapat dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Manggarai, berlaku kata toe untuk semua pernyataan yang menyatakan peniadaan atau pengingkaran (tidak, bukan atau tanpa).

Contoh:

Kata kerja: ngo (pergi). Maka, pernyataan peniadaan atau pengingkarannya adalah toe ngo skola (tidak pergi ke sekolah).

Kata sifat: dila (terang). Maka, pernyataan peniadaan atau pengingkarannya adalah toe dila (tidak terang). Molas (cantik). Maka, pernyataan peniadaan atau pengingkarannya adalah toe manga molas (tidak cantik).

Kata benda: ema (bapa, ayah). Maka, pernyataan peniadaan atau pengingkarannya adalah toe ema (bukan ayah).Ende (mama, ibu). Maka, pernyataan peniadaannya adalah toe ende (bukan mama).

 

                                                            *Admin



[1]Yohanes Orong, “Linguistik Umum” (Bahan Kuliah), (Maumere: STFK Ledalero, 2014), hlm. 30.

[2]Ignas Loy Semana, “Politeness Construction in Manggarai Culture: A Study on the Linguistic Aspect of Manggarai Language”, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio Vol. 8, Nomor 1, Januari 2016, hlm. 1.

[3]Uraian ini merujuk pada https://www.kampunginggris.id, diakses pada 6 November 2018.

Post a Comment

0 Comments